Monday, April 18, 2016

Pengertian, Ciri, Dan Ruang Lingkup Akhlak Tasawut

BAB II
LANDASAN TEORI

A.   DASAR HUKUM AKHLAK
1.     Beberapa dasar hukum tentang akhlak dari Al-Qur’an dan Hadits di antaranya:
·        QS. Al-Qalam: 4
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur”. [1]
·        QS. Asy-Syu’ara: 137
“Dan kami (sama sekali) tidak akan diazab”. [2]
·        QS. Al-Baqarah: 27
“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi”. [3]
·        QS. Al-Ahzab: 21

“Sesungguhnya adalah Rasulullah (Muhammad SAW.)itu menjadi suri tauladan yang baik bagimu, yakni bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan keselamatan di hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah”. [4]
·        QS. Al-Baqarah: 40
Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat Ku yang telah Ku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada Ku. Niscaya Aku penuhi janji Ku padamu, dan takutlah kepada Ku saja”.[5]
·        QS. Al-Baqarah: 90
“Sangatlah buruk (perbuatan) mereka menjual dirinya, dengan mengingkari apa yang diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Karena itulah mereka mnanggung kemurkaan demi kemurkaan. Dan kepada orang-orang kafir (ditimpakan) azab yang menghinakan”.[6]
1.     QS. At-Taubah: 47
“Jika (mereka berangkat bersamamu), niscaya mereka tidak akan menambah (kekuatan)mu, malah hanya akan membuat kekacauan, dan mereka tentu akan bergegas maju ke depan di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan (di barisanmu); Sedang di antara kamu ada orang-orang yang sangat suka mendengarkan (perkataan) mereka. Allah mengetahui orang-orang yang dzalim”.[7]


·        HR. Bukhari
“Setiap umatku akan masuk surge, kecuali orang yanag menolak. Ada yang bertanya, “siapa gerangan orang yang menolak (masuk surga) itu, wahai Rasulullah?” Belia menjawab, “Barang siapa mematuhiku, ia masuk surga, dan barang siapa mendurhakaiku, berarti ia telah menolak (masuk surga)”. [8]
·        HR. Muslim
Sesungguhnya, Allah cemburu dan orang mukmin juga cemburu. Kecemburuan Allah tersulut ketika seoarang mukmin melakukan apa yang diharamkan Allah”. [9]
Di samping kecenderungan ini, muncul pula beragam kajian dalam bidang akhlak dari kalangan kaum sufi mislim yang berpangkal pada upaya panggilan inspirasi dari “cahaya” wahyu. Adapun yang paling popular dalam wacana ini adalah kontribusi Imam al-Ghozali, terutama dalam kitab Ihya ‘Ulum ad-Din, penyusun kitab Awarif Al-Ma’arif  yang menjelaskan secara keseluruhan akhlak kaum sufi dan tata krama-tata krama mereka yang terinspirasi dari pelita kenabian.





B.    DASAR HUKUM AJARAN TASAWUF
1.     Beberapa dasar hukum tentang tasawuf dari Al-Qur’an dan Hadits di antaranya:
·        QS. Al-Maidah: 5
        “Wahai orang-orang yang beriman! Barang siapa di antara kamu murtad (keluar) dari agama-Nya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut kepada orang yang beriman, tetapi bersikap keras kepada orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Allah Maha Mengetahui”.[10]
·         QS. At-Tahrim: 8
         “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata “Ya Tuhan kami, sempunakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.[11]
·         QS. An-Nur: 35
         “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah member petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[12]
·         QS. Ali Imran: 3
         “Dia menurunkan Kitab (AL-Qur’an) kepada mu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, membenarkan (Kitab-kitab) sebelumnya, menurunkan Taurat dan Injil [13].
·               QS. Asy-Syura: 13
“Allah telah mensyariatkan agama bagimu, sesuai dengan agama yang telah Dia wasiatkan kepada Nuh as., dan apa yang kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kamu wasiatkan kepada Ibrahim as., Musa as.dan Isa as. agar menegakkan agama dan jangan bercerai-berai di dalamnya”.[14]
·               QS. Yunus: 57
“Hai manusia, telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembah bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”[15]
·               HR.Bukhari dan Muslim: “Barang siapa yang mengada-ada di dalam agama kami ini sesuatu yang tidak ada di dalamnya, maka diada-adakan itu tertolak”. [16]

2.     Kehidupan sahabat dan Khulafa’Urrasyidun sebagai sember ke tiga tasawuf:
·        Abu Bakar as-Syiddiq berkata “Sejak menangani urusan kaum muslim, kami tidak pernah makan uang sepeserpun milik mereka, akan tetapi kami memakan makanan kasar mereka di perut kami, mengenakan pakaian kasar mereka di badan kami. Kami sama sekali tidak memiliki harta rampasan milik kaum muslim, baik sedikit maupun banyak”. [17]
·        Umar bin al-Khottob berkata, “Aku melihat 12 tambalan di baju Umar bin al-Khottob saat Ia berkhutbah”. [18]
·        Utsman bin Affan berkata, “Andai aku tidak khawatir akan adanya lubang dalam Islam yang dapat Aku sumbat dengan harta ini,, niscaya aku tidaqk akan mengumpulkannya”.[19]
·        Ali bin Abi Tholib berkata, “Ia dapat mengkhushukkan hati dan dapat diteladani orang mukmin”.[20]
3.     Pendapat dan sikap para mazhab terhadap tasawuf:
·        Imam Hanifah (w.150 H).
Kalangan sejarawan cenderung menyepakati posisi Imam Hanifah dalam agama dan keagungan statusnya dalam ranah zuhud, ibadah, dan wara’ dengan keengganannya terhadap hal-hal yang masih syubhat.[21]
Imam Hanifah mengatakan,”Beliau digelari al-watad (tonggak) karena banyak berdirinya dalam shalat tahajjud.Ia tidak pernah berbuka sejak tiga puluh tahun, dan sewaktu mengenjakan shalat lima waktu dengan satu wudhu selama empat puluh lima tahun”.[22]
Imam Hanifah mengatakan,”Andai seorang hamba beribadah kepada Allah hingga menjadi sdeperti sebatang galah ini, kemudian ia tidak memperdulikan apa yang masuk ke dalam perutnya halal atau haram, maka tersebut tidak akan diterima”.[23]




·        Imam Malik (w.179 H)
Merupakan seorang mazhab terkemuka yang juga seorang ahli zuhud dan ibadah pada masanya.Imam Malik berkata,”ilmu tidak diperoleh dengan banyaknya riwayat, melainkan berkat cahaya yang diletakkan Allah swt.di dalam hati sehingga pemiliknya bisa membedakan antara kebenaran dan kebathilan”.[24]
Ketidak sukaan Imam Malik pada praktik perdebatan dalam masalah agama, karena perdebatan menjauhkan pelakunya dari spirit beragama, di samping memperlebar jurang perbedaan antara kedua belah pihak yang berseteru.Imam Malik berkata,”apakah setiap kali ada orang yang lebih jago berdebat dari pada orang lain, lantas kita tinggalkan apa yang diturunkan jibril kepada Muhammad hanya karena debatannya”.[25]
·        Imam asy-Syafi’i (w.204 H)
Ia memadukan kepakaran di bidang ilmu dan fiqh dengan kezuhudan yang tinggi dan ke-wara’-an. Di antara kezuhudan Imam asy-Syafi’I adalah dengan Ia mengatakan, “sejak usia enam belas tahun aku tidak pernah makan kenyang kecuali sekali kenyang yang langsung aku muntahkan saat itu juga”.[26] Ia Juga berkata, “Jika manusia yang paling berakal diberi wasiat untuk menyalurkan kekayaannya maka ia akan menyalurkannya pada orang-orang zuhud”.[27] Imam asy-Syafi’I menegaskan propaganda zuhudnya dengan mengatakan,”(Usaha) mengejar kemewahan dunia merupakan siksaan yang ditimpakan Allah kepada ahli tauhid”.[28]
Disebutkan juga bahwa Imam asy-Syafi’i lihai menyuarakan isu penting, misalnya: Sifat-sifat Allah yang mutasyabih isu qadha dan qadar, dan masalah-masalah yang tidak mampu dijelaskan oleh akal manusia.[29]
·        Imam Ahmad bin Hanbal (w.241 H). merupakan imam yanag diakui dalam hal kezuhudan, ibadah, dank ke-wara’-annya. Sebagiannya bahkan mengisyaratkan beberapa momen khusu yang menunjukkan kedekatan Imam Ahmad dengan beberapa tokoh penting dunia tasawuf yang hidup pada masanya dan berinteraksi langsung dengannya, kemudian dukungannya terhadap tasawuf secara umum. Deskripsi Imam as-Syafi’i mengenai sosok Imam Ahmad, Beliau mengatakan: Ahmad adalah imam yang mumpuni pada delapan bidang , imam di bidang hadits, di bidang fiqh, di bidang bahasa, di bidang Al-Qur’an, di bidang perilaku kefakiran, di bidangn perilaku zuhud, di bidang wara’, dan imam di bidang sunnah.[30] Imam Ahmad bin Hanbal juga berkomitmen menjauhi hal-hal yang syubhat.[31]



 

BAB II
PEMBAHASAN

A.   PEMBAHASAN AKHLAK
1.     Pengertian Akhlak
At-tahawani(w.abad 2 H),penyusun Kasysyaf  Ishtilahath al-Funun mendefinisikan ilmu ahlak dengan istilah ilmu ilmu perilaku  sebagai ”Pengetahuan tentang apa yang baik dan tidak baik”.[1]
Dengan bahasa lain, ilmu ini membahas tentang diri manusia dari segi kecenderungan-kecenderungannya,hasrat-hasratnya dan beragam potensi yang membuat manusia condong pada kebaikan atau keburukan. Dan juga membahas perilaku manusia dari segi apa yang seharusnya dilakukan manusia dalam menghiasi diri dengan keutamaan dan menjauhkan diri dari perilaku buruk dan rendah.[2]
Dari penjelasan diatas, maka saya berpendapat bahwa pengertian akhlak di sini adalah bagaimana manusia mengatur pola hidupnya dengan adanya aturan dan pedoman dalam islam yang memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan, dan melarang perbuatan manusia untuk berperilaku tercela.[3]




2.     Ciri-Ciri Akhlak:
a.      Perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b.     Perbuatan itu adalah dilakukan tanpa didahului oleh pertimbangan.
c.      Perbuatan itu timbul dari dorongan hati atau keinginan hati, bukan karena terpaksa.
d.     Perbuatan itu dilakukan dengan sesungguhnya hati, bukan sekadar bercanda dan kajian ilmiah.
e.      Perbuatan itu dilakukan dengan ikhlas ( untuk perbutan baik).
f.       Tidak merasa bersalah atau malu setelah melakukannya, karena sudah menjadi kebiasaan sehari-sehari.
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.
a.      Perbuatan yang baik atau buruk.
b.     Kemampuan melakukan perbuatan.
c.      Kesadaran akan perbuatan itu
d.     Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk





3.     Ruang Lingkup Pembahasan Akhlak
a.       Akhlak Mahmudah (Terpuji)
Akhlak mahmudah adalah perbuatan yang diizinkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Misalnya: disiplin , hidup bersih , ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri,
kasih sayang, taat, rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig, Fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis, qana'ah, dan tawakal, ber-tauhiid, Ikhlash, khauf, taubat, Ikhtiyar, shabar, syukur, tawadu', husnuzh-zhan, tasamuh dan ta'awun, berilmu, kreatif, produktif, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerimatamu, adil, rida,amal salih, persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja, serta pengenalan tentang tasawuf.[4]
Dalam pembahasan ini kami akan menjabarkan beberapa akhlak mahmudah yang meliputi ikhlas, sabar, syukur, jujur, adil dan amanah.
1)      Ikhlas
Secara bahasa, Ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih dari kotoran. Sedangkan secara istilah, Ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.[5]
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat.[6]
2)      Amanah
Amanah adalah  menyampaikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga maupun jasa.[7]
Amanah merupakan hak bagi penerima amanah yang berkaitan dengan hak orang lain untuk menunaikannya karena menyampaikan amanah kepada orang yang berhak memilikinya adalah suatu kewajiban.[8]
 3)      Adil
Adil mempunyai banyak kandungan makna, ada yang berpendapat jika adil adalah menyamaratakan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Ada yang mengatakan, jika adil datang disaat kita bisa meletakkan segala sesuatu dengan semestinya.[9]
Allah melalui firman dan sunnah Rosul memerintahkan agar kita berbuat adil kepada sesama manusia dalam setiap interaksi dengan manusia. Jangan karena kita membenci suatu kelompok sehingga kita tidak menjadi berbuat adil. Jika kita tidak bisa adil maka kita telah berbuat aniaya, Allah sangat melarang manusia berbuat aniaya dan diancam oleh dosa yang besar.[10]
4)      Bersyukur
Syukur menurut kamus "Al-mu'jamu al-Wasith" adalah mengakui adanya kenikmatan dan menampakkannya serta memuji (atas) pemberian nikmat tersebut. Sedangkan makna syukur secara syar'i adalah: Menggunakan nikmat AllahSWT dalam (ruang lingkup) hal-hal yang dicintainya.[11] Jadi, kesimpulannya adalah menggunakan atau memanfaatkan karuria yang diberikan oleh Allah di dunia ini dalam hal kebaikan. [12]
Lawannya syukur adalah kufur.Yaitu dengan cara tidak memanfaatkan nikmat tersebut, atau menggunakannya pada hal-hal yang dibenci oleh Allah SWT. Dan akhlak tercela disebut akhlak Mazmumah.[13]
Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh agama (Allah dan RasulNya). Misalnya: hidup kotor, berbicara jorok / kasar, bohong, sombong, malas, durhaka, khianat, iri, dengki, membangkang, munafik, hasud, kikir, serakah, pesimis, putus asa, marah,
fasik, dan murtad, kafir, syirik, riya, nifaaq, anaaniah, putus asa, ghadlab, tamak, takabbur, hasad, dendam, giibah, fitnah , dan namiimah, aniaya dan diskriminasi, perbuatan dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, zina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), israaf , tabdzir.[14]
Contoh Sifat Mazmumah (Tercela) yaitu:
a)    Penyakit hati antara lain disebabkan karena ada perasaan iri:
Iri adalah sikap kurang senang melihat orang lain mendapat kebaikan atau keberuntungan. Sikap ini kemudian menimbulkan prilaku yang tidak baik terhadap orang lain, misalnya sikap tidak ramah terhadap orang yang kepadanya kita iri atau menyebarkan isu-isu yang tidak baik. Jika perasaan ini dibiarkan tumbuh didalam hati, maka akan muncul perselisihan, permusuhan, pertengkaran, bahkan sampai pembunuhan, dll.[15]
b)   Penyakit hati disebabkan karena perasaan dengki.
Dengki artinya merasa tidak senang jika orang lain mendapatkan kenikmatan dan berusaha agar kenikmatan tersebut cepat berakhir dan berpindah kepada dirinya, serta merasa senang kalau orang lain mendapat musibah. Sifat dengki ini terkait dengan sifat iri. Hanya saja sifat dengki sudah dalam bentuk perbuatan yang berupa kemarahan, permusuhan, menjelek-jelekkan, menjatuhkan nama baik orang lain, seperti yang terjadi pada kisah Qabil dan Habil, putra-putra Nabi Adam a.s..[16]



c)    Hasud
Hasud adalah sikap suka menghasud dan mengadu domba terhadap sesama. Menghasud adalah tindakan yang jahat dan menyesatkan, karena mencemarkan nama baik dan merendahkan derajat seseorang dan juga karena mempublikasikan hal-hal jelek yang sebenarnya harus ditutupi. Saudaraku (sidang pembaca) tahukah antum, bahwa iri, dengki dan hasud itu adalah suatu penyakit.[17]
Awalnya iri yaitu perasaan tidak suka terhadap kenikmatan yang dimiliki orang lain. Kemudian, jika dibiarkan tumbuh, iri hati akan berubah menjadi kedengkian. Penyakit kedengkian jika dibiarkan terus akan berubah menjadi penyakit yang lebih buruk lagi, yaitu hasud.[18]

Dalam konteks pembahasan Akhlak itu,  maka akhlak dapat di bagi ke 3 (tiga) bagian yaitu:[19]
1)      Akhlak kepada Allah SWT
Akhlak kepada Allah adalah perbuatan-Nya langsung terhadap Allah SWT.[20]
2)      Akhlak kepada MakhlukNya
Akhlak kepada Makhluk-Nya adalah perbuatannya terhadap makhluk Allah, seperti Malaikat, Jin, Manusia, Hewan, dan tumbuhan.[21]
3)      Akhlak kepada Lingkungan
Akhlak kepada lingkungan adalah perbuatan Nya terhadap lingkungan (semesta alam), seperti: tanaman, air (laut, sungai, danau), gunung, dan sebagainya.[22]

4.     Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Ø  Membersihkan kalbu dari kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci dan bersih.[23]
Ø  Memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan baik dan buruk.[24]
Ø  Membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat.[25]
Ø  Menetapkan perbuatan sebagai perbuatan baik dan buruk.[26]

B.    PEMBAHASAN ILMU TASAWUF
1.     Pengertian Tasawuf
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution, menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah (ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekah ke madinah), saf (barisan),sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: Hikmat), dan suf (kain wol).[27] Sedangkan Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan paham barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.[28]
    Pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada sudut pandang yang mendevinisikannya masing-masing. Sebatas ini ada tiga sudut pandang yang kami gunakan untuk mendefinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan manusia sebagai makhluk yang berTuhan.[29] Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat kami definisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT.[30]
    Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.[31] Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang bertuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ketuhanan) yang hanya mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dangan Tuhan.[32]


    Jika tiga definisi tasawuf tersebut di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawuf pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan dekat dengan Allah SWT. Dengan kata lain tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf.[33]

2.     Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf
Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari Tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi inti persoalan “Sofisme” baik pada agama islam maupun di luarnya. Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam islam”. Di kalangan paham barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisisme islam. Sehingga kata “sufisme” tidak ada pada mistisisme agama-agama lain.Tasawuf atau mistisisme dalam islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup “kezuhudan” (menjauhi kemewahaduniawi). Tujuan tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi. Dengan pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa “tasawuf/mistisisme islam” adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat mudah berada di hadirat Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.[34]
Dengan demikian, maka tampaklah jelas bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.[35]









BAB IV
KESIMPULAN

        Akhlak merupakan kegiatan dan perilaku manusia yang mengatur pola hidupnya dengan adanya aturan dan pedoman dalam islam yang memerintahkan manusia untuk berbuat kebaikan, dan melarang perbuatan manusia untuk berperilaku tercela atau merusak keadaan yang baik.
        Tasawuf merupakan pengetahuan yang berperan dalam membersihkan hati sanubari. Karenanya tasawuf banyak berurusan dengan dimensi esoterik (batin) dari manusia. Dan ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal-hal yang berkenaan dengan upaya-upaya/cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.
        Pada hubungannya, antara Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertical antara manusia dengan Tuhannya. Jadi, Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf, dan sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.



DAFTAR PUSTAKA

Dr.Muhammad Fauzi Hajjaj, Tasawuf Islam & Akhlak, Amzah, 2011 M
Al-Qur’anul Kariem
Riyadh as-Shalihin
An-Nawawi, Syarh Nawawi ‘Ala Shahih Muslim,
Ibn Sa’ad, Tabaqat al-Kubra, 1376 H
Al-Munawi, ath-Thabaqat al-Kubra, 1938 M
Asy-Sya’rani, at-Thabaqat al-Kubra, Shubaih
Ath-Thusi, Abu Nashr, al-Luma’, 1960
Al-Kawakib,
Abu Nu’aim, Hilyah al-Aulia
Abu al-Husain bin Abi Ya’la, Thabaqat al-Hanabillah, (T.t.t.:Sunnah al-Muhammadiyah,1371 H)
At-tahawani, Kasysyaf  Ishtilahath al-Funun
Google

No comments:

Post a Comment